Antara FEBRINA dan FEBRIAN

Capter 1


Febrina

Entah apa yang gue fikirkan saat itu, sakit hati? TIDAK. Gue hanya ingin menunjukkan bahwa gue bisa pergi tanpa dia. Hidup gue tergantung pada gue sendiri, dan gue bergantung pada oksigen. DIA, ya dia adalah orang yang ingin sekali gue jadikan tempat bergantung. IRONIS nya, dia tidak kuat untuk menopang gue, bahkan untuk menggenggam tangan gue. Jari gue pun sulit untuk dia sentuh.

Gue bisa, gue MANDIRI tapi gue tidak suka sendiri. Gue suka sepi, tapi gue tidak suka kesepian. Nekat nya gue pergi saat ini hanya ingin memperlihatkan kepada dia bahwa gue bukan perempuan yang lemah, tapi perempuan yang bisa dia percaya untuk melibatkan gue kedalam hidup nya. TAPI dia tidak percaya itu.

Banyak kasus dimana laki laki merasa kasihan terhadap perempuan, lalu mencoba melindungi perempuan tersebut dan menjadikannya orang terkasih. APALAH DAYA pemikiran gue berbeda. Gue tidak suka di kasihanin, dan menurut gue rasa kasihan dan rasa cinta itu berbeda.

Bisa dibilang gue adalah orang yang lebih mementingkan EGO daripada PERASAAN. Gue pergi tanpa mempertimbangkan perasaan orang tua yang gue bohongin, terlepas dari itu gue merasa yakin kepada diri gue sendiri bahwa gue MAMPU, dan bisa melewatinya.

Yang menjadi motto dalam hidup gue, “selama gue yakin gue mampu melewatinya, entah dengan konsekuensi yang besar menunggu gue, gue akan tetap melakukannya”. Itulah sebuah perkataan hati yang membuat gue melangkah sangat jauh.

Sudah tiba hari dimana gue harus berangkat. Sebuah rute yang awalnya gue rencanakan menjadi perjalanan menyenangkan, tetapi menjadi perjalanan menegangkan. Bagaimana tidak? gue pergi sendiri dan berbohong. Jangan dicontoh, jangan pernah. Malam itu serasa malam terakhir gue melihat orang tua gue. Gue hanya berharap kalo mereka tau gue berbohong, mereka selalu menjaga gue dengan doa doa mereka. Gue berharap mereka percaya bahwa gue bisa pergi dengan kondisi tersebut.

Mata ayah yang berkaca kaca, masih gue ingat. Bahkan akan selalu teringat. Dalam hati berkata "maaf ayah, saya cuma ingin membuktikan kepada dunia. TIDAK membuktikan kepada dia bahwa saya menarik kembali tali yang ingin saya sangkutkan kepada dia".

Selama perjalanan hati mengatakan "apakah gue harus pergi? apakah gue harus melakukan ini? ini belum terlambat, gue masih bisa putar balik. Berfikirlah secara berperasaan selayak nya perempuan, bukan EGO yang harus kamu ikutin". Tetapi mulut berkata "Gue harus melakukan apa yang sudah gue rencanakan, karena gue bukan pengecut".

Komentar